Rabu, 18 November 2009

Diskursus Tentang Long Coat

Ketika saya merasa diri saya terlalu kritis menanggapi orang-orang disekeliling saya, saya merasa bersalah.
Seperti misalnya, saya mengkritik gaya berpakaian teman saya yang terlalu berlebihan pergi kekampus, let's say dia menggunakan long coat. Saya tahu kampus saya letaknya agak diatas gunung, dingin, windy, and etc. Tapi, tidakkah anda pikir memakai long coat untuk pergi kekampus adalah suatu hal yang berlebihan? Meskipun ini kota Bandung, tapi tidak sedingin kota London saya yakin. Ketika didalam kelas anda juga harus melepas long coat itu dan kita hidup di Indonesia dimana biasanya tidak disediakan tempat untuk menggantung hal-hal sejenis itu. Dimana letak indahnya?? Dimana letak kegunaan long coat itu?? Okay case closed, in one side of my mind says it is soooo over-costume.
Tapi, kemudian, apa yang salah dengan orang itu memakai long coat? toh dia tidak meminjam long coat saya. Toh dia beli long coat itu pakai uangnya sendiri, bukan uang saya. Toh menurut dia, itu stylish. Toh orang bebas menggunakan apa saja yang mereka inginkan. Toh kebebasan setiap manusia dilindungi undang-undang. Toh Indonesia negara yang demokratis. Lantas, apa yang salah?? So, in the other side of my mind says it is totally okay to wear long coat then.

See? Timbul titik kebingungan dan merasa bersalah telah mengkritik seseorang dimana kemudian muncul sisi yang sebenarnya membenarkan dan mensahkan hal itu.

Kali pertama saya mengikuti kelas Etika dengan dosen Bpk Cosmas Lili Alika (percaya deh, dosen ini laki-laki tulen biarpun namanya cute berat!), sebagai salah satu mata kuliah umum yang wajib saya ikuti, masalah ini kemudian diangkat. Awalnya saya bingung, apakah saya akan belajar etika dalam artian sopan santun atau tata krama (considering as if i become a diplomat, it is really important for me to behave well). Ternyata, tujuan dari kuliah saya itu adalah untuk memecahkan permasalahan etis kontemporer yang kita alami dalam hidup. Lebih kepada filsafat moral yang mengajarkan kita untuk hidup dengan benar (pretty wise, huh?).

Dari sekian banyak permasalahan etis kontemporer yang ada dan disebutkan dalam diktat saya ,salah satunya adalah permasalahan saya yang telah saya gambarkan diatas. Permasalahan tersebut lalu mengakibatkan muncul Disorientasi dan Disintegrasi. Saya yakin anda mengerti permasalahan disintegrasi, pasti sering mendengar istilah 'disintegrasi bangsa' kan? intinya perpecahan. Yang saya ingin tekankan disini yaitu munculnya disorientasi, keadaan ketika seseorang tidak tahu lagi harus berbuat apa dan muncul pergulatan pemikiran. Seperti pergulatan pemikiran saya tadi dan saya tidak tau bagaimana cara untuk menyikapinya.
Disorientasi ini sering muncul pada remaja, biarpun tidak menutup kemungkinan terjadi pada orang dewasa, namun remaja lebih sering mengalami hal ini. Mengapa?
Alasan munculnya disorientasi diantaranya adalah pergesera budaya dan paradoks dalam filsafat. Dan remaja lah sasaran empuk dimana mereka sendiri belum mengerti betul tentang kebudayaan dan filsafat (maklum, dari tingkat Sekolah Dasar orang-orang Indonesia biasanya menekankan kepada anak-anak mereka tentang matematika, bukan filsafat yang pada akhirnya jauh lebih berguna daripada hitung-hitungan sialan itu).
Seiring dengan arus globalisasi, masuknya budaya barat tidak dapat dihentikan. Wajar kalau teman saya tadi menggunakan long coat ke kampus, karena mungkin doi lagi keranjingan nonton Blair di serial Gossip girl, misalnya. Dan perbedaan atau paradoks dalam filsafat juga turut menjadi faktor penting. Mungkin teman saya merupakan kaum liberalis nan hedonis. Mungkin dia juga penganut post-modernisme yang menyatakan bahwa setiap individu itu unik dan akan terlihat tambah unik jika anda menggunakan sesuatu yang menarik perhatian (baca: pakai long coat ditengah siang terik panas matahari gak karuan 39derajat selsius). Sedangkan saya? Saya berpegang teguh terhadap filsafat jaman yunani, seperti Decrates yang menyatakan; aku berpikir, maka aku ada, oleh karena ke-ada-an saya sampai sekarang, saya masih memikirkan alasan teman saya menggunakan long coat ke kampus.

Pergulatan pemikiran terus terjadi tanpa adanya jalan keluar, intinya wajar adanya perbedaan pendapat. Wajar kalo teman saya pakai long coat ke kampus. Dan sangat wajar kalo saya mengkritik habis-habisan dan menjadikan itu bahan tertawaan (walaupun akhirnya merasa bersalah).

Kalau setelah anda membaca uraian dalam blog saya ini anda merasakan kebingungan tingkat dewa, berarti anda kemudian akan menjadi teman terdekat saya.
Let's grab some coffee and lights the cigarettes! :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar